Sabtu, 05 Juli 2008

WAYANG



DENPASAR, SABTU--Pergelaran wayang inovasi yang disajikan di panggung tertutup arena Pesta Kesenian Bali (PKB) di Denpasar, merupakan "perkawinan" dari seni wayang kulit tradisional dengan wayang wong yang di Bali disebut parwa.
Pergelaran yang dirancang Made Sidia SSP, seniman kawakan jebolan ISI Denpasar, tampak jelas berasal dari dua unsur seni yang "dikawinkan" itu, demikian pengamatan ANTARA Denpasar, Sabtu.
Dalam pergelaran yang berdurasi 1,5 jam, buah kreasi seniman yang kerap melanglangbuana dengan karyanya ke sejumlah negara itu, tampak memukau ratusan penonton yang memadati gedung pertunjukan. Pergelaran karya seni kontemporer itu menjadi lebih menarik dan komunikatif, setelah penyajian dialog antar-tokoh pewayangan yang terlibat dilakukan dengan empat bahasa, yakni Bali, Indonesia, Inggris dan Sansekerta, yang merupakan pakem bahasa wayang tradisional Bali.
Dengan menggunakan bahasa sebanyak itu, tidak hanya penonton asal Pulau Dewata yang dapat menangkap jalannya ceritera yang dipersembahkan, tetapi juga puluhan turis mancanegara yang hadir di ruang itu. Sejumlah turis tampak tertawa terpingkal-pingkal begitu mendengar ucapan salah soorang tokoh punakawan yang kocak dan lucu dalam pertunjukan bertajuk "Astaberata" yang dipetik dari kisah Ramayana.
Made Sidia sendiri mengakui bahwa karyanya sengaja menggunakan empat bahasa agar pertunjukan menjadi lebih komunikatif, mengingat penontonnya tidak hanya dari dalam negeri, tetapi juga turis yang sedang berlibur di Bali. Yang menarik, tertawa bisa bergantian antara penonton pribumi yang hanya mengerti bahasa daerah atau Indonesia, dengan para turis yang hanya paham bahasa Inggris.
Silih bergantinya sorak dan gelak tawa di arena pertunjukan itu, membuat semakin maraknya penyajian wayang inovatif yang krunya sebagian besar adalah civitas akademika ISI Denpasar.
Pertunjukan menjadi begitu "menyatu" lewat penayangan gambar atau bayangan wayang kulit dalam layar putih berukuran cukup lebar, dengan gerak-gerik wayang orang di panggung di bagian depan bawah layar yang terpasang.
Gerak-gerik wayang di layar dengan aksi panggung yang dilakukan para penari wayang orang, tampak berjalan selaras, sehingga pertunjukan tersebut benar-benar dirasakan sebagai sebuah "perkawinan" dua unsur seni dalam dunia pewayangan.

LA VIDA LOCA